Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Hukum dagang
dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat
dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Hukum
Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat.
Berikut
beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
1. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
1. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2. Hukum
Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3. Hukum
Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan
manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan
hidupnya.
Hukum dagang
ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan
untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara
manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Sistem hukum
dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan
perdagangan.
Hukum Dagang
Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum
dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian.
Pasal 1 KUH
Dagang, disebutkan
bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam
kitab ini.
Pasal 15 KUH
Dagang, disebutkan
bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan
pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya
hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu
hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga
terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah
berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer
).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Berlakunya Hukum Dagang di Indonesia
Perkembangan
hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/
1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di
Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .
tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat
menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di
samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang
berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum
pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
Hubungan Pengusaha dan Pembantu Pengusaha
Pengusaha
adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Seorang
yang menjalankan suatu perusahaan, terutama perusahaan yang besar, biasanya
tidak dapat bekerja seorang diri, dalam melaksanakan perusahaannya ia perlu
bantuan orang-orang yang bekerja padanya sebagai bawahannya maupun orang yang
berdiri sendiri dan mempunyai perusahaan sendiri dan mempunya perhubungan tetap
maupun tidak tetap dengan dia
Pembantu-pembantu
dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu didalam perusahaan
Yaitu
mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi ( hubungan atas dan bawah
sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan,
pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan
Pengusaha-pengusaha
kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan bersatu dalam
persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan yang menempati gedung-gedung
untuk kantornya dengan sedikit atau banyak pegawai. Kemudian dibedakanlah
antara perusahaan kecil, sedang dan besar. Pada tiap-tiap toko dapat dilihat
aneka warna pekerja-pekerja seperti para penjual, penerima uang, pengepak,
pembungkus barang-barang, dan sebagaiinya. Dan kesemuanya tersebut telah ada
pembagian pekerjaan, sebab seorang tidak dapa melaksanakan seluruh pekerjaan.
Dalam
menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
- Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
- Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
- Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar
Hubungan
hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam
perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan
perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan
pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan
hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata
Kewajiban-kewajiban
sebagai pengusaha
Semua
pengusaha yang kena pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan usahanya
sebagai pengusaha kena pajak.
Pelaporan
pengusaha kena pajak dapat dilakukan bersamaan dengan permintaan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP)
Syarat-syarat
untuk memperoleh NPWP adalah:
- Untuk wajib pajak perorangan
q Foto
copy KTP atau SIM atau Kartu Keluarga
q Foto
copy surat ijin usaha atau keterangan tempat usaha.
- Untuk wajib pajak badan usaha
q Foto
copy akte pendirian.
q Foto
copy KTP salah seorang pengurus
q Foto
copy surat ijin usaha atau keterangan tempat ijin usaha dari instansi
yang berwenang.
Pelaksanaan
pelaporan harus dilakukan:
- Pengusaha perorangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal usaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
- Pengusaha Badan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerja meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
- Faktur Pajak
Faktur pajak
adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha kena pajak karena
penyerahan barang atau jasa kena pajak.
Dalam hal
impor barang, faktur pajak dibuat oleh Dirjen Bea Cukai. Ketentuan mengenai
pembuatan faktur pajak adalah:
- Wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap penyerahan barang atau jasa kena pajak, karena faktur pajak merupakan bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja pengkreditan pajak.
- Pengusaha dapat membuat satu faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak yang sama selama sebulan takwim, dan faktur pajak untuk seluruh barang yang diserahkan pada pembeli yang sama disebut Faktur Pajak Gabungan, serta tidak memerlukan ijin Dirjen Pajak.
- Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan barang, maka faktur pajak dibuat setelah pembayaran.
- Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata cara penyampaian dan tata cara pembetulan faktur pajak ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
- Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang meliputi:
q Nama,
alamat, NPWP, nomor pengukuhan wajib pajak dan nama pembeli barang kena pajak
atau jasa kena pajak.
q Macam,
jenis, harga dan potongan harga.
q Pajak
pertambahan nilai yang dipungut.
q Tanggal
penyerahan atau pembayaran.
q Nomor
dan tanggal pembuatan faktur pajak.
q Nama,
jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Faktur pajak
merupakan bukti pungutan pajak, dan saran untuk mengkreditkan pajak masukan.
Oleh karena itu, faktur pajak harus benar baik secara formal maupun material.
Faktur pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dapat mengakibatkan
pajak pertambahan nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.
Faktur pajak
yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan disebut dengan “Faktur Pajak Standar”
- Nota Retur
Dalam hal
barang kena pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (diretur) oleh pembeli,
maka harus dibuat nota retur, kemudian PPN dari barang kena pajak yang diretur
dapat dikurangkan terhadap:
- Pajak keluaran yang terhutang oleh pengusaha kena pajak.
- Pajak masukan dari PKP pembeli, dalam hal pajak masukan atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah dikreditkan.
- Biaya atas harta atas PKP pembeli, dalam hal pajak atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan dalam harga perolehan harta tersebut.
- Pembukuan
Pengusaha
kena pajak sebagai wajib pajak diwajibkan membuat pembukuan segala kegiatan
usahanya, kecuali mereka yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi
wajib melakukan pencatatan
Pembukuan
atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan sebenarnya.
- Penyetoran dan Surat Pemberitahuan Masa
Penyetoran
PPN dilakukan di Kantor Pos terdekat atau bank yang ditunjuk untuk menerima
setoran pajak.
Ketentuan
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai:
- Disetorkan selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
- Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan saat pembayaran bea masuk.
- PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak.
- PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 setelah masa pajak.
- PPN oleh Badan Urusan Logistik harus dilunasi sendiri oleh pengusaha kena pajak sebelum surat perintah pengeluaran barang.
Surat pemberitahuan
masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan pajak terhutang dalam suatu masa pajak. Surat Pemberitahuan masa
pajak PPN berfungsi sebagai sarana bagi pengusaha kena pajak untuk melaporkan
dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan pajak penjualan atas
barang mewah yang sebenarnya terhutang.
Tempat, cara
dan saat penyampaian SPT masa PPN adalah sebagai berikut:
Tempat
pengambilan SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak
dan tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
Tempat
penyampaian SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak di tempat pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP.
Cara
penyampaian SPT masa PPN adalah:
- Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak, kemudian akan menerima tanda terima.
- Disampaikan dengan surat tercatat melalui pos dan giro, dimana tanggal cap pos berfungsi sebagai tanggal penerimaan SPT.