Kamis, 14 Mei 2015

Tugas 2 Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Hubungan Hukum Perdata dan Hukum Dagang
Hukum dagang dan hukum perdata adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
1. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
2. Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan .
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b. Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2) Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Berlakunya Hukum Dagang di Indonesia
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
Hubungan Pengusaha dan Pembantu Pengusaha
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Seorang yang menjalankan suatu perusahaan, terutama perusahaan yang besar, biasanya tidak dapat bekerja seorang diri, dalam melaksanakan perusahaannya ia perlu bantuan orang-orang yang bekerja padanya sebagai bawahannya maupun orang yang berdiri sendiri dan mempunyai perusahaan sendiri dan mempunya perhubungan tetap maupun tidak tetap dengan dia
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1.      Membantu didalam perusahaan
Yaitu mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi ( hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan
2.      Membantu diluar perusahaan
Pengusaha-pengusaha kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan bersatu dalam persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan yang menempati gedung-gedung untuk kantornya dengan sedikit atau banyak pegawai. Kemudian dibedakanlah antara perusahaan kecil, sedang dan besar. Pada tiap-tiap toko dapat dilihat aneka warna pekerja-pekerja seperti para penjual, penerima uang, pengepak, pembungkus barang-barang, dan sebagaiinya. Dan kesemuanya tersebut telah ada pembagian pekerjaan, sebab seorang tidak dapa melaksanakan seluruh pekerjaan.
Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
  • Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
  • Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
  • Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar
Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
a. Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
b. Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c. Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata
Kewajiban-kewajiban sebagai pengusaha
Semua pengusaha yang kena pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan usahanya sebagai pengusaha kena pajak.
Pelaporan pengusaha kena pajak dapat dilakukan bersamaan dengan permintaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Syarat-syarat untuk memperoleh NPWP adalah:
  1. Untuk wajib pajak perorangan
q Foto copy KTP atau SIM atau Kartu Keluarga
q Foto copy surat ijin usaha atau keterangan tempat usaha.
  1. Untuk wajib pajak badan usaha
q Foto copy akte pendirian.
q Foto copy KTP salah seorang pengurus
q Foto copy surat ijin usaha atau keterangan tempat ijin usaha dari instansi yang berwenang.
Pelaksanaan pelaporan harus dilakukan:
  1. Pengusaha perorangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal usaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
  2. Pengusaha Badan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerja meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
  3. Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha kena pajak karena penyerahan barang atau jasa kena pajak.
Dalam hal impor barang, faktur pajak dibuat oleh Dirjen Bea Cukai. Ketentuan mengenai pembuatan faktur pajak adalah:
  1. Wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap penyerahan barang atau jasa kena pajak, karena faktur pajak merupakan bukti yang menjadi sarana pelaksanaan cara kerja pengkreditan pajak.
  2. Pengusaha dapat membuat satu faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak yang sama selama sebulan takwim, dan faktur pajak untuk seluruh barang yang diserahkan pada pembeli yang sama disebut Faktur Pajak Gabungan, serta tidak memerlukan ijin Dirjen Pajak.
  3. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan barang, maka faktur pajak dibuat setelah pembayaran.
  4. Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata cara penyampaian dan tata cara pembetulan faktur pajak ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
  5. Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang meliputi:
q Nama, alamat, NPWP, nomor pengukuhan wajib pajak dan nama pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak.
q Macam, jenis, harga dan potongan harga.
q Pajak pertambahan nilai yang dipungut.
q Tanggal penyerahan atau pembayaran.
q Nomor dan tanggal pembuatan faktur pajak.
q Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.
Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak, dan saran untuk mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar baik secara formal maupun material. Faktur pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dapat mengakibatkan pajak pertambahan nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.
Faktur pajak yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan disebut dengan “Faktur Pajak Standar”
  1. Nota Retur
Dalam hal barang kena pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (diretur) oleh pembeli, maka harus dibuat nota retur, kemudian PPN dari barang kena pajak yang diretur dapat dikurangkan terhadap:
  1. Pajak keluaran yang terhutang oleh pengusaha kena pajak.
  2. Pajak masukan dari PKP pembeli, dalam hal pajak masukan atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah dikreditkan.
  3. Biaya atas harta atas PKP pembeli, dalam hal pajak atas barang kena pajak yang dikembalikan tersebut telah dibebankan dalam harga perolehan harta tersebut.
  4. Pembukuan
Pengusaha kena pajak sebagai wajib pajak diwajibkan membuat pembukuan segala kegiatan usahanya, kecuali mereka yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan tetapi wajib melakukan pencatatan
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan sebenarnya.
  1. Penyetoran dan Surat Pemberitahuan Masa
Penyetoran PPN dilakukan di Kantor Pos terdekat atau bank yang ditunjuk untuk menerima setoran pajak.
Ketentuan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai:
  1. Disetorkan selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
  2. Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan saat pembayaran bea masuk.
  3. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak.
  4. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah harus disetor selambat-lambatnya tanggal 7 setelah masa pajak.
  5. PPN oleh Badan Urusan Logistik harus dilunasi sendiri oleh pengusaha kena pajak sebelum surat perintah pengeluaran barang.
Surat pemberitahuan masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak terhutang dalam suatu masa pajak. Surat Pemberitahuan masa pajak PPN berfungsi sebagai sarana bagi pengusaha kena pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terhutang.
Tempat, cara dan saat penyampaian SPT masa PPN adalah sebagai berikut:
Tempat pengambilan SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak dan tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
Tempat penyampaian SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak di tempat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
Cara penyampaian SPT masa PPN adalah:
  1. Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak, kemudian akan menerima tanda terima.
  2. Disampaikan dengan surat tercatat melalui pos dan giro, dimana tanggal cap pos berfungsi sebagai tanggal penerimaan SPT.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar